Senin, 19 Oktober 2009

Renungan Malam (221008)

"Apa yang kau lakukan jika tiba hari dimana semua ingatanmu meluap bagai debu yang beterbangan?"

"Bagaimana jika tiba hari dimana degup jantungmu berhenti mengalunkan iramanya?"

"Bagaimana jika tiba hari dimana hembusan nafasmu tertahan dalam keabadian?"

"Bagaimana jika tiba hari dimana matamu terpejam dalam kedamaian?"

"Bagaimana jika tiba hari dimana hatimu membeku bagai kristal salju?"

"Dan bagaimana jika tiba hari dimana kematian memelukmu layaknya teman?"

"Apakah saat itu kau baru akan mengingat Sang Maha Raja Dunia dan Akhirat?"

Theme for The Frozen Sky (151108)

Semenjak awan gelap turun di kaki pelangi...

Aku berhenti berharap tentang isyarat hati...

Bahkan aku berhenti mempercayai harapan itu, karena harapan yang kupercaya tak lagi memberikan senyum dibibirku...

Kuhentikan langkah kakiku di peraduan...

Kemudian duduk menunggu sampai takdir kembali menyapa untuk menghapus semua sesal dan sedihku...

Kamis, 15 Oktober 2009

Angin dan Bayangan

Aku datang bagai angin...
Tiba-tiba berdiri dihadapanmu dengan senyum ketika kau buka tirai kehidupanmu padaku...
Menatapmu yang juga menatapku...
Walaupun ku tau tatapan itu takkan pernah ditujukan untukku...

Aku hadir bagai angin...
Yang memenuhi paru-parumu...
Yang memberi secercah harapan kehidupan...
Tanpa pernah kau tau arti sesungguhnya keberadaanku..

Aku akan berhembus bagai angin...
Ketika sejuknya melepaskan kepenatanmu...
Meskipun kau tak tau aku berhembus bagai angin yg mengukir senyuman dibibirmu...
Karena hanya itu yang dapat kuukir...
Dan karena aku hanya ingin melihat senyummu yang bermain dengan hembusan angin..

Dan ketika kelam datang...
Aku berdiri di sini sebagai bayanganmu...
Tak terlihat namun kau tau aku selalu ada disampingmu...
Meskipun kau tak pernah tau arti sesungguhnya hadirku...

Aku akan terjaga sebagai bayangan pula...
Karena ketika kau lelah dengan duniamu kau ajak aku bersembunyi menemanimu...

Dan aku akan tertidur tetap sebagai bayangan...
Tak ada seorangpun yang dapat melihatku...
Kau sembunyikan aku dibalik ragamu yang takkan pernah dapat kugapai...
Karena kini yang aku tau kau tak pernah tau arti keberadaanku...

Dan bila aku harus pergi dari duniamu, kehidupanmu, dan hatimu...
Izinkan aku menghilang sebagai cahaya disudut pelangi...
Agar kau tau aku pernah ada dalam duniamu, kehidupanmu juga hatimu...


*dubuat tanggal 3 Juni 2009*

Minggu, 27 September 2009

Ketika Salju Mulai Turun...

Ketika salju mulai turun...

Dan tak kan pernah mencair kembali...

Maka tak kan ada senyuman lagi...

Semua sirna terbelenggu kelam...



Dan ketika badai yang dingin itu kembali berputar...

Menyelimuti muka bumi dengan kebekuannya...

Maka tak kan ada lagi tawa manis itu...

Semua kenangan itu seolah sirna...

Mati membeku bersama dinginnya salju...

Rabu, 26 Agustus 2009

My Novel : Kupu-Kupu Putih (chapter 1-2)

“Mbak nggak kenapa-kenapa kan? Ada yang luka nggak?” Si pemilik mobil akhirnya turun untuk melihat kondisiku.
“Tolong bawa gue pergi dari sini!” kataku agak panik saat melihat sosok Nico yang mulai mendekat. Dan tanpa pikir panjang aku segera masuk ke dalam segera melajukan mobilnya dengan kencang. Untuk sesaat suasana hening sampai akhirnya cowok yang baru aku sadari ternyata cakep ini mengajakku bicara.

“Maaf… kalo gue boleh tau, lu ada masalah apa?” tanya dia pelan.
“Gue di kejar orang gila!” jawabku singkat.
“Orang gila?! Maksudnya?” tanyanya bingung.
“Udahlah nggak usah dibahas!” jawabku singkat, padat dan jelas. Suasana kembali hening.
“Oia… gue boleh tau siapa nama lu? Gue Revan,” tanya cowok itu lagi sambil mengulurkan tangannya.
“Kupu-kupu Putih,” jawabku singkat sambil menyambut uluran tangannya.
“Hah?! Kupu-kupu Putih? Kok namanya aneh banget?” tanya Revan heran.
“Itu nama julukan gue. Panggil aja gue Putih.”
“Putih? Emang gue nggak boleh tau nama asli lu?” tanya Revan masih penasaran.
“Nggak boleh. Jadi panggil gue Putih aja ya,” jawabku sambil tersenyum manis penuh rahasia. Entah kenapa ada sebuah ide muncul dikepalaku. “Oia… gue turun di depan jalan ini aja. Makasih ya udah nolong gue.”
“Kenapa harus di depan jalan ini? Kenapa nggak ampe rumah lu aja?” tanya Revan cari-cari kesempatan.
“Emang kenapa? Lu mau nganterin gue sampe rumah?” tanyaku sedikit menggoda.
“Ya itu juga kalo lu mau gue anterin sampe rumah. Lagipula ini udah malem banget. Nggak bae cewek pulang sendirian malem-malem gini!”
“Ummm… nggak usah dech. Makasih banget, gue turun di sini aja.”
“Yakin nich?” tanya Revan lagi sambil menepikan mobilnya dipinggir jalan yang kutunjuk.
“Yakin. Thanks banget ya udah nganterin gue sampe sini. See you…” kataku sambil tersenyum manis sekali sambil membuka pintu mobil.

Sekali lagi aku melayangkan senyum termanisku padanya sembari melambaikan tangan. Kemudian aku mulai melangkah menyusuri jalan yang diterangi cahaya bulan malam ini sambil mengikuti langkah kakiku yang melangkah pasti menuju rumah.


“Hey cuy…. Semalem lu kemana? Gue teleponin nggak ada. Udah gitu ha-pe lu nggak aktif. Tugas niy… tugas belum kelar!!!!” kata Vika, sahabatku mengomel ketika menghampiriku yang tengah asyik melamun sambil menikmati lemon tea kesukaanku di kantin kampus.
“Sowrrriii deeech…. Semalem gue pergi ke taman lagi!” jawabku sedikit jujur.
“Yaaa… ampyuuunn!!! Lu masih ke tempat yang bikin lu nangis?” tanya Vika kaget.
“Ya gichu dech!!!” jawabku acuh.
“Kenapa sich lu terus-terusan ke tempat itu? Kenapa lu jadi kayak gini? Emang dasar tuh cowok sialan nggak punya akhlak maen ngebuang lu gitu aja! Udahlah lupain aja dia! Nggak guna tau nginget-nginget dia lagi!!!” kata Vika berusaha menasehatiku.
“But… it’s so hard to forget him, Honey. Gue kesana cuma pengen liat bintang kok. Tenang aja! So sekarang biarin gue nentuin jalan gue sendiri. Asal lu percaya sama gue, gue bakal bae-bae aja kok. Tenang aja!” kataku sambil tersenyum manis.
“Ya udah terserah lu aja. Kita cuma bisa ngasih lu saran. Tapi gue harap sich lu bisa balik jadi Keyzhia yang kita kenal dulu. Keyzhia yang selalu ceria.”
“Tenang aja kawan. Suatu saat nanti pasti ada bintang yang bakal bikin gue kembali bersinar seperti gue yang dulu lagi. Itu hal terakhir yang masih gue percaya,” jawabku pelan walaupun aku sendiri tak yakin dengan apa yang baru saja aku ucapkan. Dan Vika hanya bisa mengusap bahuku pelan.
“Ya gue tau semua emang sulit. Cuma waktu yang bisa Bantu lu, Keyz….”

Ya mungkin memang benar apa yang dikatakan Vika. Cuma waktu yang bisa bantu aku menyembuhkan semua luka di hati ini. Cuma waktu juga yang bisa membantuku untuk mengubah keadaan. Tapi yang sebenarnya lebih bisa menolongku hanyalah diriku sendiri. Karena sesungguhnya hanya diriku yang bisa mengubah keadaan ini. Namun entah kenapa aku masih belum mau membuka diri. Alasanku cuma satu….
AKU TAKUT TERLUKA LAGI……………


“WOOIIIII!!!!! Gue cariin dari tadi ternyata pada ada di sini! Pada mau masuk kelas nggak nich?” kata Syfa mengagetkan kami berdua.
“Iya nanti kita masuk kelas kok. Tenang aja, gue mau rajin coz gue kan udah bolos banyak banget,” jawabku sambil tersenyum jail.
“Bagus… bagus…. Bentar lagi kan u-te-es, makanya lu jangan bolos lagi! Oiia… gue laper nich, makan nyo!” kata Syfa lagi sambil mengambil tempat diantara kami.
“Apa? Makan? Ayo… ayo kita makan!” kata Vika yang paling semangat kalo ada yang berhubungan dengan makan.
“Dasar lu!!! Makan aja cepet! Jadi nggak niy ngerjain tugasnya?” godaku.
“Ntar dulu dech. Gue laper. Kita makan aja dulu. Kalo belum makan kan kasian otaknya nggak ada tenaganya. Ya nggak?”
“Iya sich…. Ntar aja ngerjain tugasnya. Mendingan makan dulu!” kata Syfa menengahi.
“Yaudah dech. Perut gue juga udah lumayan laper nich.”

Alhasil kita semua tidak jadi mengerjakan tugas dan segera memesan makanan favorite kami yaitu ayam baker. Kadang mungkin aku terlalu berlebihan kalau menganggap diriku kesepian karena pada kenyataannya aku masih punya mereka, sahabat-sahabatku yang selalu ada untuk mendengar segala keluh kesahku. Terima kasih ya sobat….


To Be Continue...

Senin, 24 Agustus 2009

My Novel : Kupu-Kupu Putih (chapter 1-1)

Udara malam ini terasa agak dingin dari biasanya. Semilir angin menemaniku memandangi langit yang mendung dan tak berbintang ini. Sejenak aku teringat akan bintangku yang kini entah berada dimana. Mungkin bersembunyi dibalik awan pekat dan takkan pernah muncul kembali. Namun sebuah suara dan kecupan hangat menyadarkan lamunanku.
“Beibz, maaf ya aku telat! Kamu udah lama di sini?” kata Nico sambil mengecup kedua pipiku yang mulai membeku.
“Hmm..lumayan,” jawabku sambil tersenyum tipis.
“Kamu mau jalan-jalan kemana malam ini?” tanya Nico lembut sambil mengusap pipiku yang beku.
“Aku cuma pengen liat bintang,” jawabku singkat tanpa ekspresi.
“Loh kok pengen liat bintang? Langitnya kan lagi mendung, mana ada bintang?” kata Nico bingung.
“Nic, inget kan ini malam terakhir kita?” tanyaku pelan mengalihkan pertanyaannya.
Mendadak ekspresi wajah Nico berubah beku mendengar perkataanku. Namun tak lama wajahnya kembali melembut.
“Iya… aku tau. Tapi apa aku nggak bisa jadi pacar kamu seterusnya? Aku janji bakal sayang banget sama kamu,” kata Nico berusaha membujukku.
“Ngga bisa. Itu kan udah jadi perjanjian kita. Lagipula aku udah muak dengan semua janji palsu kayak gitu,” jawabku dingin.
“Tapi…”
“Udahlah… Pokoknya ini malam terakhir kita,” jawabku galak.
“Kalo aku nggak mau?” tantang Nico.
“Ya kamu harus mau. Udah deh nggak usah ngajak aku berdebat. Lebih baik kamu manfaatin waktu yang tinggal tujuh jam ini dengan sebaik mungkin,” kataku sambil melangkah pergi.
“Oke… oke…. Kalo gitu temenin aku ke taman,” kata Nico sambil menarik tanganku.
“Yaudah ayo!” jawabku masih dingin.



Ya beginilah hidupku semenjak semua yang kupercaya tak lagi bisa kupercaya. Nico…. Aku sendiri tak tahu dia adalah ‘pacar kontrak’-ku yang keberapa. Tapi pastinya tak lebih dari empat hari. Karena kontrakku maksimal hanya empat hari. Dan hari ini adalah hari terakhirnya menjadi pacarku.
Malam ini… sekalipun suasana taman kota saat ini ramai sekali tapi aku tetap merasa hampa. Entahlah… aku sendiri tak mengerti dengan apa yang ada di dalam diriku ini. Bahkan mungkin aku sudah tak mengenal diriku lagi.
Nico menggandengku menyusuri keramaian taman dan mengajakku duduk disebuah bangku taman yang menghadap langit.
“Katanya kamu mau liat bintang. Ayo kita liat sama-sama dari sini,” katanya lembut sambil menggenggam tanganku erat.
“Dari sinipun bintang tetep nggak keliatan kan? Udahlah tinggalin aku sendirian!” kataku sambil menarik tanganku dari genggamannya dan bangkit berdiri. “Bahkan kamu pun nggak bisa bikin bintang keluar dari balik awan.”
“Maksud kamu apa?”
“Udah waktunya aku pergi. Slamat tinggal!” jawabku singkat sambil melangkah pergi tapi tanganku sempat ditarik oleh Nico.
“Kenapa kamu ninggalin aku kayak gini disaat aku sayang banget sama kamu?” tanya Nico memelas.
“Kamu mau tau alesannya? Karena semua cowok ngelakuin hal yang sama ini ke aku!!!”
“Maksud kamu apa?” tanya Nico lagi.
“Udahlah, lepasin aku!” kataku sambil berusaha melepaskan tanganku dari cengkramannya dan melangkah pergi begitu saja meninggalkan Nico yang terus berteriak memanggilku dari belakang.

Entah sudah berapa cowok yang aku perlakukan seperti itu. Dan semuanya selalu mengaku sayang padaku tapi nyatanya mereka cuma sayang dimulut saja, semuanya omong kosong. Dulu aku sempat percaya kalau cinta itu tulus dan indah tapi pada kenyataannya tak seindah ucapan para pujangga cinta. Semenjak bintangku pergi, aku sudah lupa apa arti cinta dan sayang yang sesungguhnya. Bahkan hatiku pun sudah tak mengerti apa rasanya cinta, sayang, sakit hati, sedih atau gembira. Cuma satu yang bisa dirasakan oleh hati ini yaitu beku….
Aku berjalan perlahan menyusuri trotoar Istana Kepresidenan Bogor sendirian. Sesekali hembusan angin malam menyapa, melambaikan tiap helai rambutku yang terurai jatuh melewati pundakku. Sejenak aku berhenti melangkah. Pandanganku melayang menembus pekatnya langit malam ini. Berusaha mencari di mana bintang yang pernah bersinar terang di dalam hatiku. HAMPA…. Cuma itu yang terasa.
Bintang itu dengan suksesnya membuat semuanya hancur berkeping-keping luluh lantak tak berbentuk. Sekeping kehidupan yang aku punya sekarang hanya sebatas pada satu kali hembusan nafas yang tertatih kelelahan ketika aku menunggu bintang itu muncul lagi dan kembali bersinar menerangiku. AKU LELAH….
Aku menghela nafas pelan dan mulai melangkah lagi. Melangkah perlahan menembus gelapnya malam tanpa tahu akan kemana kaki ini melangkah. Tiba-tiba seseorang menarik lenganku dengan keras.
“Aku nggak akan ngebiarin kamu pergi!” kata Nico dengan tatapan tajam sambil mencengkeram lenganku dengan kuat.
“Lepasin!!! Lepasin nggak!!! Ato aku bakal teriak!!!” bentakku sambil mencoba melepaskan diri dari cengkeramannya.
“Teriak aja! Aku nggak bakal ngelepasin kamu!!” kata Nico bersikeras.
“LEPASIN!!!!” Setengah berteriak aku berusaha melepaskan tangannya dari lenganku dan akhirnya berhasil. Secepat mungkin aku berlari berusaha menghindar dari kejarannya.
CHIIIITTTT…. Suara mobil direm mendadak terdengar kencang menyadarkanku yang menyeberangi jalan tanpa sadar. Mobil merah mengkilat tersebut berhenti tepat satu langkah didepanku yang masih kaget.


To be continue.....

KEBENCIAN UNTUK BINTANG...

Semenjak mentari naik ke ufuk timur hingga kembali bersembunyi di kaki langit...

Dan semenjak angin dingin berhembus melengkapi bekunya hujan bulan November...

Kata benci dan kebencian telah kulimpahkan hanya untuk 'Bintang'...

Entah sejak kapan aku membenci 'Bintang' dan entah sampai kapan aku akan terus membenci 'Bintang'...

Aku membenci 'Bintang' yang hanya bisa meninggalkan kegelapan, luka, dan kepedihan...

Aku membenci 'Bintang' yang hanya suka memikirkan langitnya sendiri dalam keegoisannya...

Aku membenci 'Bintang' yang terus berdiri pada keangkuhannya yang tinggi...

Aku membenci 'Bintang' yang tak pernah mengerti arti sesungguhnya kasih sayang...

Aku membenci 'Bintang' yang hanya bisa bermain dengan kata-kata manis yang meluncur dari mulutnya tanpa tau apa maksud sebenarnya...

Aku membenci 'Bintang' yang tak pernah memegang ucapannya sendiri...

Aku membenci 'Bintang' yang tak pernah bisa menghargai betapa berharga dan berartinya hati dan perasaan manusia...

Bahkan aku akan tetap membenci 'Bintang' sekalipun ia berubah menjadi 'Bulan'...

Karena dia hanya melihat dan memandang dengan matanya yang hitam...

Karena dia hanya mendengar dengan telinganya yang tajam...

Tapi tidak dengan hatinya, karena sesungguhnya 'Bintang' TAK PUNYA HATI...!!!!!

Aku membenci 'Bintang' sejak aku membuka mata hingga aku menutup mata...

Hingga akhirnya aku sungguh menyesal telah mengenal 'Bintang'...

cUrHaTaN..(kayaknya sie...)

Flu ituh menyebalkan iiah............!!!!!!!!!!!!!!!!
emang paling nggak enak klo lg kna flu...
buset dah mu ngapa2ain kg enak, mna kg bs napas, pala puyeng, aga demam, pkona tersiksa dah...

oh flu lekaslah kau pergi... hush...hush... :'(