Senin, 24 Agustus 2009

My Novel : Kupu-Kupu Putih (chapter 1-1)

Udara malam ini terasa agak dingin dari biasanya. Semilir angin menemaniku memandangi langit yang mendung dan tak berbintang ini. Sejenak aku teringat akan bintangku yang kini entah berada dimana. Mungkin bersembunyi dibalik awan pekat dan takkan pernah muncul kembali. Namun sebuah suara dan kecupan hangat menyadarkan lamunanku.
“Beibz, maaf ya aku telat! Kamu udah lama di sini?” kata Nico sambil mengecup kedua pipiku yang mulai membeku.
“Hmm..lumayan,” jawabku sambil tersenyum tipis.
“Kamu mau jalan-jalan kemana malam ini?” tanya Nico lembut sambil mengusap pipiku yang beku.
“Aku cuma pengen liat bintang,” jawabku singkat tanpa ekspresi.
“Loh kok pengen liat bintang? Langitnya kan lagi mendung, mana ada bintang?” kata Nico bingung.
“Nic, inget kan ini malam terakhir kita?” tanyaku pelan mengalihkan pertanyaannya.
Mendadak ekspresi wajah Nico berubah beku mendengar perkataanku. Namun tak lama wajahnya kembali melembut.
“Iya… aku tau. Tapi apa aku nggak bisa jadi pacar kamu seterusnya? Aku janji bakal sayang banget sama kamu,” kata Nico berusaha membujukku.
“Ngga bisa. Itu kan udah jadi perjanjian kita. Lagipula aku udah muak dengan semua janji palsu kayak gitu,” jawabku dingin.
“Tapi…”
“Udahlah… Pokoknya ini malam terakhir kita,” jawabku galak.
“Kalo aku nggak mau?” tantang Nico.
“Ya kamu harus mau. Udah deh nggak usah ngajak aku berdebat. Lebih baik kamu manfaatin waktu yang tinggal tujuh jam ini dengan sebaik mungkin,” kataku sambil melangkah pergi.
“Oke… oke…. Kalo gitu temenin aku ke taman,” kata Nico sambil menarik tanganku.
“Yaudah ayo!” jawabku masih dingin.



Ya beginilah hidupku semenjak semua yang kupercaya tak lagi bisa kupercaya. Nico…. Aku sendiri tak tahu dia adalah ‘pacar kontrak’-ku yang keberapa. Tapi pastinya tak lebih dari empat hari. Karena kontrakku maksimal hanya empat hari. Dan hari ini adalah hari terakhirnya menjadi pacarku.
Malam ini… sekalipun suasana taman kota saat ini ramai sekali tapi aku tetap merasa hampa. Entahlah… aku sendiri tak mengerti dengan apa yang ada di dalam diriku ini. Bahkan mungkin aku sudah tak mengenal diriku lagi.
Nico menggandengku menyusuri keramaian taman dan mengajakku duduk disebuah bangku taman yang menghadap langit.
“Katanya kamu mau liat bintang. Ayo kita liat sama-sama dari sini,” katanya lembut sambil menggenggam tanganku erat.
“Dari sinipun bintang tetep nggak keliatan kan? Udahlah tinggalin aku sendirian!” kataku sambil menarik tanganku dari genggamannya dan bangkit berdiri. “Bahkan kamu pun nggak bisa bikin bintang keluar dari balik awan.”
“Maksud kamu apa?”
“Udah waktunya aku pergi. Slamat tinggal!” jawabku singkat sambil melangkah pergi tapi tanganku sempat ditarik oleh Nico.
“Kenapa kamu ninggalin aku kayak gini disaat aku sayang banget sama kamu?” tanya Nico memelas.
“Kamu mau tau alesannya? Karena semua cowok ngelakuin hal yang sama ini ke aku!!!”
“Maksud kamu apa?” tanya Nico lagi.
“Udahlah, lepasin aku!” kataku sambil berusaha melepaskan tanganku dari cengkramannya dan melangkah pergi begitu saja meninggalkan Nico yang terus berteriak memanggilku dari belakang.

Entah sudah berapa cowok yang aku perlakukan seperti itu. Dan semuanya selalu mengaku sayang padaku tapi nyatanya mereka cuma sayang dimulut saja, semuanya omong kosong. Dulu aku sempat percaya kalau cinta itu tulus dan indah tapi pada kenyataannya tak seindah ucapan para pujangga cinta. Semenjak bintangku pergi, aku sudah lupa apa arti cinta dan sayang yang sesungguhnya. Bahkan hatiku pun sudah tak mengerti apa rasanya cinta, sayang, sakit hati, sedih atau gembira. Cuma satu yang bisa dirasakan oleh hati ini yaitu beku….
Aku berjalan perlahan menyusuri trotoar Istana Kepresidenan Bogor sendirian. Sesekali hembusan angin malam menyapa, melambaikan tiap helai rambutku yang terurai jatuh melewati pundakku. Sejenak aku berhenti melangkah. Pandanganku melayang menembus pekatnya langit malam ini. Berusaha mencari di mana bintang yang pernah bersinar terang di dalam hatiku. HAMPA…. Cuma itu yang terasa.
Bintang itu dengan suksesnya membuat semuanya hancur berkeping-keping luluh lantak tak berbentuk. Sekeping kehidupan yang aku punya sekarang hanya sebatas pada satu kali hembusan nafas yang tertatih kelelahan ketika aku menunggu bintang itu muncul lagi dan kembali bersinar menerangiku. AKU LELAH….
Aku menghela nafas pelan dan mulai melangkah lagi. Melangkah perlahan menembus gelapnya malam tanpa tahu akan kemana kaki ini melangkah. Tiba-tiba seseorang menarik lenganku dengan keras.
“Aku nggak akan ngebiarin kamu pergi!” kata Nico dengan tatapan tajam sambil mencengkeram lenganku dengan kuat.
“Lepasin!!! Lepasin nggak!!! Ato aku bakal teriak!!!” bentakku sambil mencoba melepaskan diri dari cengkeramannya.
“Teriak aja! Aku nggak bakal ngelepasin kamu!!” kata Nico bersikeras.
“LEPASIN!!!!” Setengah berteriak aku berusaha melepaskan tangannya dari lenganku dan akhirnya berhasil. Secepat mungkin aku berlari berusaha menghindar dari kejarannya.
CHIIIITTTT…. Suara mobil direm mendadak terdengar kencang menyadarkanku yang menyeberangi jalan tanpa sadar. Mobil merah mengkilat tersebut berhenti tepat satu langkah didepanku yang masih kaget.


To be continue.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar